Romance Wanted

tumblr_static_eutwifx07e0ogk4o08404c00k

ROMANCE WANTED

– – –

vignette/dark, romance, hurt, friendship/PG

[SVT’s] Choi Seungcheol, Kwon Soonyoung [PRISTIN’s] Kang Yebin, Park Siyeon [APink’s] Jung Eunji

– – –

“Maaf mengganggu tidurmu sedikit, adikku sayang”

 

===

 

Seorang Seungcheol memang pantas dijauhkan dari kata-kata tentang cinta. Hubungan macam romansa hanya mendatangi laki-laki itu dua kali dalam hidupnya hingga hari ini. Pertama kali ia mengakukan perasaan pada perempuan yang ia sebut-sebut ‘cinta pertama’ adalah saat umurnya enam belas di bangku SMA. Kala itu, jantung Seungcheol tak begitu bisa dikendalikan. Rasa-rasanya benda pusat peredaran darahnya itu ingin melompat keluar saja dari kungkungan rusuknya. Namun di akhir cerita, si gadis mengangguk pelan dengan sungging senyum kecil di ujung bibir, menularkan segenap perasaan berbahagia pada Seungcheol hingga harapan kasual agar relasi mereka berjalan baik. Pada prakteknya, dua minggu setelah hari paling memalukan sekaligus membahagiakan Seungcheol, gadis surai keemasan itu tergopoh-gopoh menghampiri kelas Seungcheol untuk kemudian mengumumkan pemutusan sepihak darinya. Perlu diketahui bahwa hingga sekon ini Seungcheol tidak tahu-menahu tentang alasannya.

Kali kedua Seungcheol menjalin cinta tak ubahnya sebuah kegagalan—total. Pada awalnya, Seungcheol rasa ia sempat mengembus kelegaan pada fakta bahwa pihak gadis yang menyatakan proposal. Seingatnya, Seungcheol mengenali gadis bermanik biru laut itu sebagai salah satu dari jajaran orang-orang berpengaruh di kampus. Maka tanpa pikir panjang, ia menerimanya cuma-cuma. Tapi justru hubungan itu kandas dengan kurun waktu yang lebih singkat jika dibandingkan dengan gadis ‘cinta pertama’-nya. Kurang dari seminggu, Seungcheol menerima invitasi pesta kecil yang normalnya hanya didatangi kasta tertinggi di fakultas. Namun gadisnya menggaet paksa Seungcheol dan membiarkan percintaan pria itu berakhir tragis sekali lagi. Pada akhirnya, Seungcheol rupanya tak lebih dari sebuah taruhan.

Maka Seungcheol benar-benar tak bisa berkutik saat Soonyoung dan Yebin sesegera mungkin melontar olok setelah dokter perempuan itu pergi. Mereka berdua benar tentang segalanya. Benar tentang bahwa mungkin Seungcheol jatuh hati pada senyum memikat dan suara semanis madu dokter yang telah merawat Siyeon sejak ia mengidap afasia1 dan kehilangan kemampuan berbahasanya, pun benar tentang Seungcheol yang tak punya cukup nyali untuk sekadar melancarkan aksi pendekatan.

“Aku bisa melihat matamu berkilauan saat bertatapan dengan dokter Jung, Kak.” tukas Soonyoung dengan nada penuh ejek serta senyum miring yang mengundang umbar tawa dari dua sosok lain di ruangan.

Seungcheol membiarkan ekspresinya datar dan semakin datar seiring waktu. Fakta bahwa Siyeon yang terbaring di atas ranjang ikut melebarkan senyum kala Soonyoung mengoloknya membuat Seungcheol memberi lebih banyak toleransi terhadap guyonan itu. Atau mungkin bukan sebuah guyonan.

“Kak, bagaimana kalau kami memberimu tantangan?” ujar Yebin kemudian, menghentikan tawa yang menguar di bilik tidur Siyeon hingga atensi terpusat padanya. “Kau harus bisa menemui dokter Jung, lima kali dalam satu bulan ini.”

“O, menarik sekali, Nona Kang.” respon Soonyoung bersemangat. Detik berikutnya Seungcheol bisa melihat ketiga rekan serumahnya itu saling mengadu telapak tangan dan menimbulkan bunyi-bunyi nyaring pertanda kekompakan mereka dalam hal mengerjai Seungcheol.

“Bukankah lima kali itu terlalu banyak?”

Seungcheol mencebik. Irisnya bergerak bolak-balik dari ujung ke ujung untuk bersitatap dengan tiga orang yang lebih muda darinya itu guna menyalurkan permohonan keringanan tantangan yang diberikan.

Tapi pada realitanya tidak ada kompensasi yang diberikan dan Seungcheol pun merajut langkah kesal keluar dari kamar Siyeon. Pikirannya penuh dengan cara-cara menyelesaikan misi itu kendati terdengar seperti tidak ada kemungkinan.

===

Nyatanya tidak. Segala presepsi ketidakmungkinan yang dua pekan lalu asyik diperbincangkan kini sirna. Awalnya, Yebin maupun Soonyoung pun tak pernah mengira tantangan itu akan ditanggapi serius oleh Seungcheol. Didukung dengan fakta bahwa kedatangan dokter Jung kala itu dibarengi dengan pernyataan bahwa terapi Siyeon berjalan lancar dan gadis itu berangsur-angsur membaik—secara tidak langsung mengumumkan bahwa frekuensi si dokter muda menapak lantai rumah mereka akan berkurang drastis. Namun terhitung empat belas hari setelahnya, keadaan menentang keras perkiraan setiap orang dan hari ini adalah kali keempat dokter Jung datang tergopoh-gopoh akibat nada panik yang disalurkan Soonyoung lewat telepon.

Park Siyeon sekali lagi mengalami serangan kejang. Gadis itu mengejutkan tiga figur lain yang belum lama sampai di rumah dengan derit nyaring kesesakan saluran napasnya. Akhirnya mereka tak punya pilihan selain memaksa dokter Jung datang saat senja sudah menyapa langit dimana seharusnya orang-orang menyudahi pekerjaannya dan mulai berpulang ke tempat tinggal masing-masing.

Sesak dadakan yang dialami Siyeon seperti biasa tidak mencapai taraf parah yang paling tinggi dan deru napasnya kembali normal beberapa menit setelah dokter Jung melakukan pertolongan. Namun hal yang sama kian berulang bahkan hingga empat kali, memunculkan segenap kekhawatiran pada diri setiap orang.

“Tidak ada yang aneh atau rusak pada alat bantu pernapasannya. Semua terlihat normal tanpa cacat.” papar dokter Jung malam itu sebagai pembuka konversasi di ruang tengah rumah mereka. “Dia meminum obatnya secara rutin, kan?”

“Tentang obat-obatannya, aku bisa menjamin, dokter Jung. Aku, Yebin, dan Kak Seungcheol memastikan ia meminum semua obat yang kau beri secara bergantian. Siyeon juga tidak pernah menunjukkan penolakan. Rutinitas meminum obatnya berjalan dengan baik.” tukas Soonyoung cepat. Yebin dan Seungcheol memberi respon sejalan akan ujar Soonyoung.

Dokter Jung memijit kening sejenak sebelum menghelakan napas untuk melontar kalimat lagi. “Baiklah kalau begitu. Seperti yang sudah kujelaskan sebelumnya, sesak napas yang menyerang Siyeon tidak parah dan dapat ditangani dengan cepat. Namun jika tetap berulang, aku harus membawanya kembali ke rumah sakit untuk mengetahui penyebabnya secara jelas.”

Setelah mengingatkan beberapa hal pada Seungcheol, Soonyoung, dan Yebin tentang segala hal yang berelasi dengan kesehatan Siyeon, dokter Jung mengujar kalimat pamit dan lekas meninggalkan rumah. Soonyoung tampak benar-benar khawatir dan berusaha menerka-nerka apa yang tengah terjadi meski tak punya ilmu apapun tentang kedokteran. Yebin, kendati gadis itu lebih muda dari kedua pria, berusaha memasang air muka tegar dan tenang alih-aling berterus terang tentang cemas yang menjepit ulu hati.

Sedang Seungcheol hanya punya satu arah pikir.

Sudah empat kali, hanya tinggal satu saja.

 

===

Pada hari Minggu terakhir bulan ini, Seungcheol terbangun pada dini hari. Alih-alih mengeratkan selimut setelah menilik jam yang masih menunjuk pukul empat, pria itu menapakkan telapak kaki pada lantai kamar tidurnya. Udara dingin yang menusuk tulang maupun kantuk yang masih menggantung di ujung mata kali ini sama sekali tak menggoyahkan niat Seungcheol barang sedikitpun. Ia meneruskan langkah lamat-lamatnya dan mengulas senyum ringan saat mendapati pencahayaan rumah seluruhnya masih redup dan ketiga penghuni lain bisa dipastikan belum lepas dari alam mimpi mereka.

Seungcheol pun melancarkan aksi. Pria itu menyeret tungkai ke arah kamar si bungsu sambil diam-diam memuji diri akan kepintaran yang ia pergunakan dengan baik. Tiga aksi sebelumnya ia lakukan pada waktu yang berbeda, membuat tak ada bau kecurigaan menguar sedikitpun di atmosfer Soonyoung dan Yebin. Seungcheol yakin tak perlu khawatir tentang Siyeon mengingat gadis itu tak bisa mengujar kata.

Utas senyum yang lebih tampak seperti seringai tipis milik Seungcheol membubuhkan kesan psiko pada dirinya. Kecuali fakta bahwa lelaki itu tidak membawa benda-benda tajam di tangannya, hanya sebuah bantal yang ia dekap rapat-rapat seperti seorang anak yang berlari ke kamar ibunya ketika bermimpi buruk.

Kenop pintu yang membatasi bilik Siyeon sudah terbuka oleh tangan dingin Seungcheol. Dapat ditilik dari ujung ruang bahwa si gadis masih berpulas diri dengan beberapa kabel tipis penunjang kehidupannya tak berhenti bekerja. Meremas-remas pelan segenggam kain wol bantal di genggaman, Seungcheol mendekat ke sisi ranjang Siyeon dan kembali menaikkan ujung-ujung bibir sarkastis seolah Siyeon tengah menyaksikan sosoknya.

“Maaf mengganggu tidurmu sedikit, adikku sayang.”

Seungcheol mengujar solo dengan intonasi rendah. Kilat matanya menajam secara antagonis menunjukkan pendar penuh ego dan kefrustasian akan cinta. Jika di masa lalu ia telah dipergunakan secara tidak adil oleh orang-orang di sekitarnya dalam urusan romansa, maka Seungcheol pikir tak ada salahnya bila kini ia juga memanfaatkan presensi orang lain demi hasrat terpendamnya yang mulai melewati batas wajar. Seungcheol mengakui jika ia memang terobsesi akan eksistensi seorang Jung Eunji di rumahnya. Senyum ataupun kerut dahi yang menghias paras dokter itu bukan masalah baginya. Seungcheol tak perlu banyak berpikir tentang alasan dokter Jung datang, yang ia pedulikan hanya fakta bahwa ia dapat melihat figur pencelos hati itu dalam jarak dekat. Meski dengan cara-cara keji, batin Seungcheol sudah mati rasa untuk punya belas kasihan.

Tak ingin menghabiskan banyak waktu dan membuat dua orang lain terbangun, Seungcheol pun buru-buru mengayunkan senjata. Bantal yang ia dekap sedari tadi kini berpindah posisi secepat kilat ke atas ranjang Siyeon. Seungcheol menekan bantalnya penuh paksa pada wajah si gadis malang tanpa ampun, membuatnya mengeluarkan suara-suara tertahan sebelum hela napasnya mengeluarkan suara nyaring bak derit bambu. Setelah memastikan gadis itu resmi mengejang, Seungcheol membuang bantalnya dan sesegera mungkin membangunkan Soonyoung dan Yebin untuk meminta pertolongan.

Setelah ini akan menjadi lima kali. Misi selesai.

 

 

-fin.

 


Afasia1  sebuah sindrom pada sistem saraf (neurologis) yang merusak kemampuan bahasa atau berbicara

Leave a comment